Praktik Pungli di RSUD Arjawinangun Terkuak


CIREBON - Kasus dugaan penganiayaan seorang perawat RSUD Arjawinangun, Rakhmat Hidayat, oleh anggota DPRD Kabupaten Cirebon, Yoyo Siswoyo menguak  maraknya praktik pungutan liar (pungli) dalam penerimaan pegawai honorer di rumah sakit milik daerah tersebut.

‘’Titip menitip dalam penerimaan pegawai di sini sudah biasa. Itu sudah jadi rahasia umum,’’ tutur Rakhmat, Rabu (12/10).

Rakhmat pun ikut ambil bagian sebagai perantara dalam praktik tersebut. Hal itu dilakukannya dalam penerimaan tenaga kontrak rumah sakit (TKRS) Arjawinangun 2016.

Selama 2016, pihak rumah sakit membuka kesempatan bagi 208 TKRS untuk sejumlah posisi mulai dari bidan, perawat, pengemudi ambulance dan lainnya. Penerimaan pegawai tersebut dibagi dalam enam gelombang.

Seharusnya, setiap calon TKRS wajib menempuh mekanisme rekruitmen yang resmi. Di antaranya mengikuti tes tertulis, wawancara dan tes bebas narkoba.

Namun, lanjut Rakhmat, dari enam gelombang penerimaan TKRS, hanya pada gelombang pertama saja prosedur resmi tersebut ditempuh. Sedangkan pada gelombang kedua sampai keenam, penerimaan TKRS dilakukan lewat ‘jalan belakang’.

Untuk bisa lolos, semua calon pegawai harus mengeluarkan mahar, yang besar kecilnya tergantung tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan.  ‘’Tapi saat gelombang pertama pun tetap berlaku titip menitip itu. Saya memasukkan lima TKRS di gelombang pertama,’’ tutur Rakhmat.

Rakhmat mengaku, didatangi calon TKRS yang meminta untuk dibantu agar bisa diterima. Dia kemudian mencari tahu orang-orang yang dekat dengan Bupati Cirebon, Sunjaya Purwadisastra. Menurutnya, telah menjadi rahasia umum jika praktik suap itu bermuara kepada orang nomor satu di Kabupaten Cirebon tersebut.

Rakhmat kemudian meminta bantuan kepada seorang anggota DPRD Kabupaten Cirebon, Yoyo Suaryo. Pasalnya, Yoyo mengaku, dekat dengan bupati Cirebon. Dia pun menyetorkan uang mahar dari para calon TKRS yang dibantunya sebanyak Rp 50 juta per orang kepada Yoyo.

Saat Rakhmat membantu lima orang calon TKRS pada gelombang pertama, tidak terjadi masalah apapun. Kelimanya pun telah diterima bekerja.

Namun, masalah muncul saat Rakhmat membantu dua orang calon TKRS pada gelombang ketiga. Pasalnya, dari mahar sebesar Rp 100 juta yang disetorkan kedua calon TKRS itu, Rakhmat hanya menyetorkan Rp 90 juta kepada Yoyo. Sisanya yang sebesar Rp 10 juta, dipinjamnya terlebih dulu untuk kepentingan pribadinya.

Masalah terjadi saat Yoyo menagih sisa uang Rp 10 juta itu kepada Rakhmat. Bahkan, terjadi dugaan penganiayaan yang dilakukan Yoyo kepada Rakhmat sehingga wakil rakyat itu dilaporkan ke Polres Cirebon.

Rakhmat pun bertekad tidak akan mencabut laporannya meski berbagai tekanan diterimanya. Dia juga mengaku siap dengan konsekuensi yang bakal diterimanya.

Tak hanya dalam kasus penganiayaan itu, Rakhmat juga mengaku, siap jika kasus dugaan suap yang disampaikannya tersebut kelak akan diperkarakan. Bahkan, ancaman pemecatan dengan tidak hormat juga siap diterimanya. ‘’Dalam kasus (suap) itu kan saya menjadi perantara,’’ tutur Rakhmat.

Kasat Reskrim Polres Cirebon, AKP Sigit Bayu Rahayudi mengungkapkan, polisi sejauh ini masih fokus pada kasus dugaan penganiayaan yang dilaporkan korban Rakhmat Hidayat. Sedangkan untuk dugaan kasus suap yang melibatkan bupati Cirebon, hingga kini belum ada laporan resmi.
"Kasus (dugaan suap) belum (diproses) karena laporan yang kami terima baru soal penganiayaannya,’’ ujar Sigit.

Sigit menyatakan, untuk kasus dugaan suap, dibutuhkan laporan terpisah, baik oleh Rakhmat ataupun warga lain. Jika kelak ada siapapun yang melaporkan dugaan kasus suap itu, dia berjanji akan menyidiknya.

Ketika ditanyakan mengenai kelanjutan kasus dugaan penganiayaan, Sigit menyatakan, pihaknya memerlukan alat bukti, seperti keterangan saksi, barang bukti, surat, ataupun petunjuk lain. Pihaknya pun akan memeriksa sejumlah saksi.

Terpisah, Wakil Bupati Cirebon, Tasiya Soemadi, saat dimintai tanggapannya, meminta agar informasi yang dibeberkan oleh Rakhmat Hidayat terkait dugaan suap dalam penerimaan TKRS di RSUD Arjawinangun, ditelusuri kebenarannya.

Menurut pria yang akrab disapa Gotas itu, berita tentang praktik suap di lingkungan rumah sakit milik pemerintah daerah tersebut meresahkan sejumlah pihak. Apalagi, berita itu telah tersebar luas melalui media, termasuk media sosial.

‘’Seperti apa sih sebenarnya? Ini jelas sangat meresahkan,’’ tutur Gotas kepada sejumlah wartawan di Gedung DPRD Kabupaten Cirebon, Senin (10/10) lalu.

Gotas mengungkapkan, jika yang dikatakan Rakhmat itu benar bahwa jumlah tenaga honorer di RSUD Arjawinangun mencapai 208 orang, maka hal tersebut akan membebani APBD. APBD yang seharusnya untuk membangun jalan, bisa habis untuk membayar gaji mereka. (CNN/ROL)

Komentar

Postingan Populer